Jumat, 27 November 2015

My Happy Pregnancy





Alhamdulillah usia kehamilanku sudah masuk 31 weeks. Tentang kehamilanku ini, rasanya tak henti-hentinya aku bersyukur. Anak memang adalah hak Allah. Allah yang punya hak prerogatif untuk menentukan kapan menganugerahi sepasang suami-istri seorang anak. Dan aku bersyukur Allah mempercayakan amanah itu cepat kepada kami. Sebulan setelah menikah, aku positif hamil. Sempat teringat bahwa aku sedikit ketar-ketir, merasa khawatir untuk hamil, sebab saat itu aku dan suami masih dalam tahap mengerjakan tesis. Segala kekhawatiran akan begini akan begitu, membuat aku berharap belum diberi kehamilan. Astagfirullah. Tetapi di sisi yang lain, aku sungguh sangat ingin memiliki anak. Jadi intinya, aku ini ingin tapi merasa belum siap.

Menghitung Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menurut Bank Dunia



Oke, ini adalah cara untuk menghitung ketimpangan pendapatan menurut kriteria Bank Dunia. Berhubung aku ini tipikal orang yang pelupa pake banget. Jadi baiknya kuarsipkan di blog ini.  
 ...

Bank dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat   pengeluarannya :

40 persen penduduk terendah
40 persen penduduk menengah
20 persen penduduk tertinggi


                                                       
   

Minggu, 22 November 2015

Mockingjay Part 2



gambar dicomot dari sini

Pertama kali menonton seri kedua film Hunger games yang berjudul Catching Fire tahun 2013, aku tak suka. Rasanya aneh sekali ketika Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) dan kawan-kawannya serta lawan-lawannya berada di sebuah arena permainan dengan tantangan demi tantangan yang mengancam nyawa, tetapi disaksikan oleh orang lain (Presiden Snow beserta para koloninya) melalui kamera, hingga rasanya kemenangan selamanya tidak akan bisa diraih. Begitulah gemesnya aku menonton hunger games ini, semua perjuangan Katniss rasanya selamanya akan sia-sia.

Spectre

gambar dicomot dari sini

Hal yang paling aku dan suami gemari adalah menonton film di bioskop. Walau sebetulnya kami berdua ini adalah tipikal penonton yang berbeda. Aku menonton hanya untuk hiburan, tanpa memperdulikan aktornya, apalagi sutradara dan produsernya. Sementara suami menonton penuh penghayatan, ia selalu tahu aktor-aktornya serta film-film yang dibintangi sebelumnya. Ia juga tahu film-film yang saling terkait antar satu dan yang lain. Jika film itu merupakan film seri, suamipun masih ingat alur ceritanya dengan baik. Bahkan terkadang sutradara bahkan produsernya, ia pun tahu. Suami memang hobi menonton walau bukan di bioskop, ia suka mendownload film-film dari internet. Sedangkan aku sudah tidak berminat nonton film downlodan. Gak seru. Bikin ngantuk!

Long Distance Marriage



gambar dicolong dari sini

Hari Sabtu tanggal 14 November 2015 kemarin suamiku datang ke Palembang, setelah lebih dari sebulan kami tidak bertemu. Mungkin saat inilah hubungan kami cocok sekali dengan joke cintaku berat di ongkos :(. Bagaimana tidak untuk sampai ke Palembang, Bang Aal harus menghabiskan satu bulan gajinya. Cutipun terbatas. Belum lagi perjalanan yang ditempuh hampir 24 jam lamanya meski berangkat menggunakan pesawat, sebab Bang Aal tinggal di kabupaten yang membuatnya harus menempuh perjalanan darat dulu untuk sampai di bandara yang terletak di Banda Aceh. Selain itu jadwal antar penerbangan yang membuat waktu transitnya bisa berjam-jam. Bang Aal berangkat dari Meulaboh menggunakan travel sekitar pukul 20.00, sampai di Banda Aceh sekitar pukul 01.00 dini hari. Iapun harus rela untuk bermalam di bandara. Penerbangan dari Banda Aceh ke Jakarta sekitar pukul 08.00 pagi, sampai di Jakarta sekitar pukul 11.00 siang. Kemudian Bang Aal harus sabar menunggu penerbangan Jakarta-Palembang pada pukul 14.00. Kabar buruknya pesawat mengalami delay, penerbangan dimundurkan pukul 16.00, tapi kabar baiknya ternyata penerbangan dialihkan ke pesawat lain. Akhirnya sekitar pukul 15.30, sampailah suamiku di kota istrinya, hehe.

Jumat, 13 November 2015

Jalan-jalan ke Kota Batu (3)



Hari ketiga, Jumat 21 Agustus 2015, kami berdua mulai loyo, kehabisan energi. Dan lagi kami juga sudah tidak punya tujuan wisata, selain ke BNS (Batu Secret Spectacular) yang baru buka sore hari. Pagi harinya kami membeli sarapan pecel di pinggir jalan tak jauh dari penginapan. Kemudian keluar penginapan lagi menjelang pukul 14.00 untuk makan siang. Kami memilih makan siang di Warung Bambu, tempat makan yang cukup terkenal di Kota Batu. Letaknya di jalan menuju Selecta.

Suasana warung makan ini sungguh membuat hati terasa nyaman. Terbuat dari bilik-bilik bambu dengan kolam ikan di tengah-tengahnya. Ada air mancur di tengah-tengah kolam, dengan suara gemerisik air yang membuat kita seolah-olah tengah menikmati makan di pedesaan yang sejuk dengan lantunan suara mata air.



Kamis, 12 November 2015

Jalan-jalan ke Batu (2)



Hari kedua di Batu, hari kamis 20 Agustus 2015, bangun tidur kami disediakan seteko susu murni hangat. Udara pagi yang dingin membuat kami agak malas-malasan untuk bersiap-siap pergi. Akhirnya baru pukul 08.00 pagi kami cus dari penginapan. Tujuan pertama kami adalah Alun-alun Kota batu, berhubung tujuan utama kami yaitu Jatim Park baru buka sekitar pukul 10.00.

Di sekitar alun-alun banyak terdapat warung makan yang enak-enak. Salah satunya depot susu Ganesha yang terkenal itu. Kami singgah disana untuk sarapan. Memesan segelas yogurt dan gorengan. Maknyus!

Jalan-jalan ke Batu (1)



Menjelang menikah, kami berangan-angan untuk liburan ke Bali ketika ada waktu yang pas, mengingat kesibukan kami yang masih berkutat menyelesaikan tesis ketika itu. Tetapi dua bulan setelah menikah, aku positif hamil 5 minggu. Jadilah rencana kami dibatalkan, daripada was-was dengan keselamatan janin yang sedang kukandung. Tetapi ketika ada waktu luang di sela-sela kesibukan kami, aku mengajak suami berlibur ke Malang. Kurasa jika sekedar ke Malang yang waktu tempuhnya hanya 2 jam (dengan kereta api) tidaklah beresiko. Saat itu usia kehamilanku 16 minggu. Jadilah hari Rabu, 19 Agustus 2015, kami berangkat menuju Malang. Dengan kereta api eksekutif. Yeiy!

Rabu, 11 November 2015

Jodoh Pasti Bertemu



Manten :p

Kata orang jawa,  witing tresno jalaran soko kulino yang artinya cinta tumbuh karena sering bertemu. Mungkin itu pula yang terjadi padaku dan suamiku. Memang sejak pertama kali melihatnya, aku sudah suka. Tetapi itu hanya sebatas rasa suka. Setelahnya, cinta memang tumbuh perlahan diantara kami. Bermula dari teman. Berhubung dulu aku satu kosan dengan dua orang teman perempuan dan mereka hanya punya satu motor, jadilah saat itu aku -yang belum punya motor- bingung. Beruntung Bang Aal menawarkan jasa untuk antar-jemput, hehe. Tak direncanakan pula, kosanku dengannya letaknya cukup dekat. Semenjak itulah kami semakin akrab. Sering whatsapp untuk menanyakan perihal kuliah, tugas dan sejenisnya. Hingga obrolan kamipun perlahan-lahan mulai memasuki ranah pribadi, cerita tentang pengalaman hidup, tentang keluarga, juga tentang kisah-kisah cinta di masa lalu yang pernah membuat galau! Hiks :D

Galau Jodoh Tak Kunjung Bertemu (Part II)



Ketika ada pembukaan pendaftaran beasiswa S2 Tugas Belajar (TB) untuk universitas-universitas Dalam Negeri, aku tertarik. Tetapi sayang dalam daftar universitas itu, tidak ada UGM, universitas yang entah kenapa seakan menjadi obsesiku saat itu. Aku suka Jogja. Aku jatuh cinta pada kota itu. Daftar univeristas yang ada hanya: ITB, ITS dan Unpad. Berhubung dua orang senior di tempat kerjaku telah memilih Unpad, sebagai junior yang tahu diri akupun mengalah. Sementara untuk ITB, jurusannya tidak sesuai dengan bidang keilmuanku. Sempat bimbang apakah akan terus maju untuk mendaftar beasiswa atau tidak. Aku tak terlalu antusias hidup di Surabaya, kelihatannya kota itu terlalu jauh dan panas. Tetapi kesempatan sudah di depan mata, apakah jika aku tunda setahun lagi, aku pasti akan diterima? Tentu saja belum tentu! Maka akupun memilih mendaftar, setidaknya mencoba peruntungan.

Galau Jodoh Tak Kunjung Bertemu (Flashback)

gambar dicomot dari sini


Masih terbayang betapa sulitnya menjadi seorang perempuan single. Beberapa laki-laki pernah mendekatiku, tetapi entahlah tidak ada satupun yang sreg di hati. PDKT itupun serasa berubah menjadi terror. Aku tidak nyaman. Kurasa setiap perempuan single yang hidup seorang diri jauh dari keluarga juga merasakan hal seperti ini. Barangkali para lelaki itu hanya tertarik dengan statusku yang seorang PNS. Barangkali mereka hanya iseng-iseng saja. Tetapi lama-lama aku merasa risih, merasa terganggu bahkan merasa diterror.

Statistik Kerap Dikritik (Sebuah Awal Nge-Blog)



 Image result for statistik
gambar dicomot dari sini

Bagiku menulis blog itu sama halnya menulis diary. Mungkin suatu saat kelak, aku akan membuka lembar demi lembar diary itu lagi, hanya sekedar untuk mengenang apa-apa yang telah kulalui. Ada cerita manis yang membuat tersenyum.  Ada cerita getir yang kuharap waktu mampu membuatku menjadi tersenyum ketika mengenangnya. Aku ingin merasakan kembali suasana, getaran di hati dan semua yang kurasa ketika mengalami semua itu. Pasti ada rasa rindu, meski waktu selamanya tak pernah berputar mundur. Pasti ada sesuatu yang bisa kujadikan cermin diri, untuk menjadi manusia yang lebih baik, setidaknya untuk diriku sendiri dan orang-orang terdekat.

Hal-hal yang akan kutulis dalam blog ini bersifat random. Mungkin pengalaman dalam keseharian, pekerjaan atau apa saja lah yaa... Sah-sah saja kan? :) 

Nah sebagai tulisan pertama, masih jetlag mau menulis apa. Jadilah saya teringat pada sebuah tulisan yang pernah saya buat di tahun 2012 dan diarsipkan oleh Facebook. Terima kasih Facebook! Sebagai pembuka bolehlah ya tulisan itu saya share disini. Sebagai permulaan yang baik kan? :) hehehe

==========================================================================
Statistik Kerap Dikritik

Pada tahun 1085, Denmark menginvasi Inggris. William, raja Inggris, berpikir bahwa ia harus memiliki data yang menerangkan berapa banyak wajib pajak di Inggris guna membiayai tentara dan keperluan perang. Maka dari sinilah sebuah buku yang sangat populer, Domesday, lahir. Sebuah 'sensus' wajib pajak sekaligus wajib militer. Artinya sudah sejak abad ke-10, pengumpulan data dirasa perlu untuk menjelaskan suatu keadaan, untuk digunakan sebagai dasar pijakan yang melahirkan kebijakan.

Data berasal dari bahasa yunani yaitu 'datum', yang berarti fakta. Maka data adalah fakta yang di'angka'kan. Karena itu ia berpotensi menjadi produk yang strategis, sebab fakta adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal.

Statistik berasal dari kata 'state' yang berarti negara. Arti ini seolah-olah menerangkan bahwa ilmu statistika pada dasarnya adalah 'negara' itu sendiri. Ia negara yang di'angka'kan. Pada perkembangan selanjutnya, statistik merujuk sebagai hasil dari survei untuk menduga parameter yang merupakan hasil sensus. Ia estimator. Ia hanya menduga, mendekati, bukan parameter itu sendiri. Karenanya ia mengandung error, mengandung sesuatu yang masih dikatakan sah jika salah. Tetapi tentu saja, suatu estimator harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk bisa dikatakan sebagai estimator yang layak digunakan.

Statistik dibangun karena tidak semua data dapat dikumpulkan melalui sensus lengkap. Sensus lengkap memang lebih akurat dibandingkan survei sebab ia hanya akan mengandung, dalam bahasa statistik, non sampling error. Sementara survei, disamping non sampling error juga mengandung sampling error, sehingga total errornya otomatis akan lebih besar. Akan tetapi sensus membutuhkan sumber daya yang besar pula, karena itu ia tidak efisien.

Di setiap negara, statistik dibangun, dan selanjutnya diperbandingkan. Maka dari statistik lah kita tahu perbandingan kondisi sosial ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu negara dengan negara yang lain. Dari situlah kebijakan dirumuskan lalu diimplementasikan. Kebijakan yang tepat sasaran pastilah lahir dari data yang akurat.

Membangun statistik di negara berkembang bukanlah perkara mudah karena belum adanya basis data yang kuat. Sebagai contoh data pendapatan di negara maju dengan mudahnya dapat kita peroleh dari lembaga keuangan terkait, tetapi tidak demikian halnya dengan negara berkembang. Di negara berkembang, statistik lebih banyak dibangun dari perspektif responden, dalam hal ini rumah tangga, jawaban yang bisa saja menjadi bias.

Seringkali kita dengar keraguan masyarakat terhadap data statistik. Terlebih untuk data yang sensitif. Sensitif dalam artian ia dapat menjadi ukuran keberhasilan atau ketidakberhasilan seseorang atau sekelompok orang. Masyarakat kadang kala menyangkal hanya dari 'penglihatan'nya semata tanpa pengetahuan sama sekali atau minimal keinginan untuk mengetahui. Statistika itu ilmu. Ada suatu metodologi yang mesti dipelajari, minimal diketahui, karena sekelumit proses untuk mendapatkan data itu tidak bisa serta merta diabaikan. Dan sebuah metodologi pasti mengandung keterbatasan dan kelemahan, tetapi kemudian ia terpilih digunakan karena dianggap paling laik dibanding yang lain, setidaknya hingga saat itu. Kemudian metodologi tadi mengundang untuk terus dimukhtahirkan mengikuti dinamika yang terjadi di masyarakat.

Statistika adalah ilmu, ia bukan ilmu pasti sehingga dinamis terhadap perubahan. Ia bisa berubah setelah dirasa tidak lagi mampu mewakili kenyataan, setelah dirasa ada metodologi lain yang setelah dikaji, diuji coba, memiliki keunggulan yang lebih.

Seringkali kejadian yang lain adalah masyarakat tidak bisa membaca data statistik. Angka tanpa interpretasi memang sesuatu yang rentan salah kaprah. Dalam membaca datapun, ada konsep-konsep yang harus dipahami, semacam rambu-rambu yang akan menuntun pembaca kepada persepsi yang benar, sehingga menerangkan persepsi yang sebelumnya kabur sebab hanya didasarkan dari anggapan dan pengetahuan pembaca semata, yang memiliki kemungkinan untuk keliru. Data statistik memang tak mampu ditampik rentan terhadap kepentingan pihak tertentu, karena itulah ia harus dikuasai oleh lembaga yang independen. Ia harus berdiri sebagai sesuatu yang apa adanya, ia terbuka untuk dikritik karena memang lahir dari metodologi yang tidak sempurna.