Alhamdulillah usia kehamilanku
sudah masuk 31 weeks. Tentang kehamilanku ini, rasanya tak henti-hentinya aku
bersyukur. Anak memang adalah hak Allah. Allah yang punya hak prerogatif untuk
menentukan kapan menganugerahi sepasang suami-istri seorang anak. Dan aku
bersyukur Allah mempercayakan amanah itu cepat kepada kami. Sebulan setelah
menikah, aku positif hamil. Sempat teringat bahwa aku sedikit ketar-ketir,
merasa khawatir untuk hamil, sebab saat itu aku dan suami masih dalam tahap
mengerjakan tesis. Segala kekhawatiran akan begini akan begitu, membuat aku berharap
belum diberi kehamilan. Astagfirullah. Tetapi di sisi yang lain, aku sungguh
sangat ingin memiliki anak. Jadi intinya, aku ini ingin tapi merasa belum siap.
Jumat, 27 November 2015
Menghitung Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menurut Bank Dunia
Oke, ini adalah
cara untuk menghitung ketimpangan pendapatan menurut kriteria Bank Dunia.
Berhubung aku ini tipikal orang yang pelupa pake banget. Jadi baiknya
kuarsipkan di blog ini.
...
40 persen penduduk terendah
|
40 persen penduduk menengah
|
20 persen penduduk tertinggi
|
Minggu, 22 November 2015
Mockingjay Part 2
gambar dicomot dari sini
Pertama kali menonton seri kedua film Hunger games yang
berjudul Catching Fire tahun 2013, aku tak suka. Rasanya aneh sekali ketika
Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) dan kawan-kawannya serta lawan-lawannya
berada di sebuah arena permainan dengan tantangan demi tantangan yang mengancam
nyawa, tetapi disaksikan oleh orang lain (Presiden Snow beserta para koloninya)
melalui kamera, hingga rasanya kemenangan selamanya tidak akan bisa diraih. Begitulah gemesnya aku menonton hunger games ini, semua perjuangan
Katniss rasanya selamanya akan sia-sia.
Spectre
gambar dicomot dari sini
Hal yang paling aku dan suami gemari adalah menonton film di
bioskop. Walau sebetulnya kami berdua ini adalah tipikal penonton yang berbeda.
Aku menonton hanya untuk hiburan, tanpa memperdulikan aktornya, apalagi
sutradara dan produsernya. Sementara suami menonton penuh penghayatan, ia
selalu tahu aktor-aktornya serta film-film yang dibintangi sebelumnya. Ia juga
tahu film-film yang saling terkait antar satu dan yang lain. Jika film itu merupakan film seri, suamipun masih ingat alur ceritanya dengan baik. Bahkan terkadang
sutradara bahkan produsernya, ia pun tahu. Suami memang hobi menonton walau
bukan di bioskop, ia suka mendownload film-film
dari internet. Sedangkan aku sudah tidak berminat nonton film downlodan. Gak seru. Bikin ngantuk!
Long Distance Marriage
gambar dicolong dari sini
Hari Sabtu tanggal 14 November 2015 kemarin suamiku datang ke
Palembang, setelah lebih dari sebulan kami tidak bertemu. Mungkin saat inilah
hubungan kami cocok sekali dengan joke
cintaku berat di ongkos :(.
Bagaimana tidak untuk sampai ke Palembang, Bang Aal harus
menghabiskan satu bulan gajinya. Cutipun terbatas. Belum lagi perjalanan yang
ditempuh hampir 24 jam lamanya meski berangkat menggunakan pesawat,
sebab Bang Aal tinggal di kabupaten yang membuatnya harus menempuh perjalanan darat dulu untuk sampai di bandara yang terletak di Banda Aceh. Selain itu jadwal antar penerbangan yang membuat waktu transitnya bisa berjam-jam. Bang Aal berangkat dari Meulaboh menggunakan
travel sekitar pukul 20.00, sampai di Banda Aceh sekitar pukul 01.00 dini hari. Iapun harus rela untuk bermalam di bandara. Penerbangan dari
Banda Aceh ke Jakarta sekitar pukul 08.00 pagi, sampai di Jakarta sekitar pukul
11.00 siang. Kemudian Bang Aal harus sabar menunggu penerbangan
Jakarta-Palembang pada pukul 14.00. Kabar buruknya pesawat mengalami delay, penerbangan dimundurkan pukul
16.00, tapi kabar baiknya ternyata penerbangan dialihkan ke pesawat lain. Akhirnya sekitar
pukul 15.30, sampailah suamiku di kota istrinya, hehe.
Jumat, 13 November 2015
Jalan-jalan ke Kota Batu (3)
Hari ketiga, Jumat 21 Agustus 2015, kami berdua mulai loyo,
kehabisan energi. Dan lagi kami juga sudah tidak punya tujuan wisata,
selain ke BNS (Batu Secret Spectacular) yang baru buka sore hari. Pagi harinya
kami membeli sarapan pecel di pinggir jalan tak jauh dari penginapan. Kemudian
keluar penginapan lagi menjelang pukul 14.00 untuk makan siang. Kami memilih makan
siang di Warung Bambu, tempat makan yang cukup terkenal di Kota Batu. Letaknya
di jalan menuju Selecta.
Suasana warung makan ini sungguh membuat hati terasa nyaman.
Terbuat dari bilik-bilik bambu dengan kolam ikan di tengah-tengahnya. Ada air
mancur di tengah-tengah kolam, dengan suara gemerisik air yang membuat kita
seolah-olah tengah menikmati makan di pedesaan yang sejuk dengan lantunan suara
mata air.
Kamis, 12 November 2015
Jalan-jalan ke Batu (2)
Hari kedua di Batu, hari kamis 20 Agustus 2015, bangun tidur
kami disediakan seteko susu murni hangat. Udara pagi yang dingin membuat kami
agak malas-malasan untuk bersiap-siap pergi. Akhirnya baru pukul 08.00 pagi kami cus dari penginapan. Tujuan
pertama kami adalah Alun-alun Kota batu, berhubung tujuan utama kami yaitu
Jatim Park baru buka sekitar pukul 10.00.
Jalan-jalan ke Batu (1)
Menjelang menikah, kami berangan-angan untuk liburan ke Bali
ketika ada waktu yang pas, mengingat kesibukan kami yang masih berkutat
menyelesaikan tesis ketika itu. Tetapi dua bulan setelah menikah, aku positif
hamil 5 minggu. Jadilah rencana kami dibatalkan, daripada was-was dengan
keselamatan janin yang sedang kukandung. Tetapi ketika ada waktu luang di
sela-sela kesibukan kami, aku mengajak suami berlibur ke Malang. Kurasa jika
sekedar ke Malang yang waktu tempuhnya hanya 2 jam (dengan kereta api) tidaklah
beresiko. Saat itu usia kehamilanku 16 minggu. Jadilah hari Rabu, 19 Agustus 2015, kami berangkat menuju
Malang. Dengan kereta api eksekutif. Yeiy!
Rabu, 11 November 2015
Jodoh Pasti Bertemu
Manten :p
Kata orang jawa, witing tresno jalaran soko kulino yang artinya cinta tumbuh karena sering bertemu. Mungkin itu pula yang terjadi padaku dan suamiku. Memang sejak pertama kali melihatnya, aku sudah suka. Tetapi itu hanya sebatas rasa suka. Setelahnya, cinta memang tumbuh perlahan diantara kami. Bermula dari teman. Berhubung dulu aku satu kosan dengan dua orang teman perempuan dan mereka hanya punya satu motor, jadilah saat itu aku -yang belum punya motor- bingung. Beruntung Bang Aal menawarkan jasa untuk antar-jemput, hehe. Tak direncanakan pula, kosanku dengannya letaknya cukup dekat. Semenjak itulah kami semakin akrab. Sering whatsapp untuk menanyakan perihal kuliah, tugas dan sejenisnya. Hingga obrolan kamipun perlahan-lahan mulai memasuki ranah pribadi, cerita tentang pengalaman hidup, tentang keluarga, juga tentang kisah-kisah cinta di masa lalu yang pernah membuat galau! Hiks :D
Galau Jodoh Tak Kunjung Bertemu (Part II)
Ketika ada pembukaan pendaftaran beasiswa S2 Tugas Belajar (TB) untuk
universitas-universitas Dalam Negeri, aku tertarik. Tetapi sayang dalam daftar
universitas itu, tidak ada UGM, universitas yang entah kenapa seakan menjadi
obsesiku saat itu. Aku suka Jogja. Aku jatuh cinta pada kota itu. Daftar
univeristas yang ada hanya: ITB, ITS dan Unpad. Berhubung dua orang senior di
tempat kerjaku telah memilih Unpad, sebagai junior yang tahu diri akupun
mengalah. Sementara untuk ITB, jurusannya tidak sesuai dengan bidang
keilmuanku. Sempat bimbang apakah akan terus maju untuk mendaftar beasiswa atau
tidak. Aku tak terlalu antusias hidup di Surabaya, kelihatannya kota itu
terlalu jauh dan panas. Tetapi kesempatan sudah di depan mata, apakah jika aku
tunda setahun lagi, aku pasti akan diterima? Tentu saja belum tentu! Maka
akupun memilih mendaftar, setidaknya mencoba peruntungan.
Galau Jodoh Tak Kunjung Bertemu (Flashback)
gambar dicomot dari sini
Masih terbayang betapa
sulitnya menjadi seorang perempuan single. Beberapa laki-laki pernah
mendekatiku, tetapi entahlah tidak ada satupun yang sreg di hati. PDKT itupun
serasa berubah menjadi terror. Aku tidak nyaman. Kurasa setiap perempuan single
yang hidup seorang diri jauh dari keluarga juga merasakan hal seperti ini.
Barangkali para lelaki itu hanya tertarik dengan statusku yang seorang PNS.
Barangkali mereka hanya iseng-iseng saja. Tetapi lama-lama aku merasa risih,
merasa terganggu bahkan merasa diterror.
Statistik Kerap Dikritik (Sebuah Awal Nge-Blog)
gambar dicomot dari sini
Bagiku menulis blog itu sama halnya menulis diary. Mungkin
suatu saat kelak, aku akan membuka lembar demi lembar diary itu lagi, hanya
sekedar untuk mengenang apa-apa yang telah kulalui. Ada cerita manis yang
membuat tersenyum. Ada cerita getir yang
kuharap waktu mampu membuatku menjadi tersenyum ketika mengenangnya. Aku ingin
merasakan kembali suasana, getaran di hati dan semua yang kurasa ketika mengalami
semua itu. Pasti ada rasa rindu, meski waktu selamanya tak pernah berputar
mundur. Pasti ada sesuatu yang bisa kujadikan cermin diri, untuk menjadi
manusia yang lebih baik, setidaknya untuk diriku sendiri dan orang-orang
terdekat.
Hal-hal yang akan kutulis dalam blog ini bersifat random. Mungkin pengalaman dalam keseharian, pekerjaan atau apa saja lah yaa... Sah-sah saja kan? :)
Nah sebagai tulisan pertama, masih jetlag mau menulis apa. Jadilah saya teringat pada sebuah tulisan yang pernah saya buat di tahun 2012 dan diarsipkan oleh Facebook. Terima kasih Facebook! Sebagai pembuka bolehlah ya tulisan itu saya share disini. Sebagai permulaan yang baik kan? :) hehehe
==========================================================================
Statistik Kerap Dikritik
Pada tahun 1085, Denmark menginvasi Inggris. William, raja Inggris,
berpikir bahwa ia harus memiliki data yang menerangkan berapa banyak
wajib pajak di Inggris guna membiayai tentara dan keperluan perang. Maka
dari sinilah sebuah buku yang sangat populer, Domesday, lahir. Sebuah
'sensus' wajib pajak sekaligus wajib militer. Artinya sudah sejak abad
ke-10, pengumpulan data dirasa perlu untuk menjelaskan suatu keadaan,
untuk digunakan sebagai dasar pijakan yang melahirkan kebijakan.
Data berasal dari bahasa yunani yaitu 'datum', yang berarti fakta. Maka data adalah fakta yang di'angka'kan. Karena itu ia berpotensi menjadi produk yang strategis, sebab fakta adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal.
Statistik berasal dari kata 'state' yang berarti negara. Arti ini seolah-olah menerangkan bahwa ilmu statistika pada dasarnya adalah 'negara' itu sendiri. Ia negara yang di'angka'kan. Pada perkembangan selanjutnya, statistik merujuk sebagai hasil dari survei untuk menduga parameter yang merupakan hasil sensus. Ia estimator. Ia hanya menduga, mendekati, bukan parameter itu sendiri. Karenanya ia mengandung error, mengandung sesuatu yang masih dikatakan sah jika salah. Tetapi tentu saja, suatu estimator harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk bisa dikatakan sebagai estimator yang layak digunakan.
Statistik dibangun karena tidak semua data dapat dikumpulkan melalui sensus lengkap. Sensus lengkap memang lebih akurat dibandingkan survei sebab ia hanya akan mengandung, dalam bahasa statistik, non sampling error. Sementara survei, disamping non sampling error juga mengandung sampling error, sehingga total errornya otomatis akan lebih besar. Akan tetapi sensus membutuhkan sumber daya yang besar pula, karena itu ia tidak efisien.
Di setiap negara, statistik dibangun, dan selanjutnya diperbandingkan. Maka dari statistik lah kita tahu perbandingan kondisi sosial ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu negara dengan negara yang lain. Dari situlah kebijakan dirumuskan lalu diimplementasikan. Kebijakan yang tepat sasaran pastilah lahir dari data yang akurat.
Membangun statistik di negara berkembang bukanlah perkara mudah karena belum adanya basis data yang kuat. Sebagai contoh data pendapatan di negara maju dengan mudahnya dapat kita peroleh dari lembaga keuangan terkait, tetapi tidak demikian halnya dengan negara berkembang. Di negara berkembang, statistik lebih banyak dibangun dari perspektif responden, dalam hal ini rumah tangga, jawaban yang bisa saja menjadi bias.
Seringkali kita dengar keraguan masyarakat terhadap data statistik. Terlebih untuk data yang sensitif. Sensitif dalam artian ia dapat menjadi ukuran keberhasilan atau ketidakberhasilan seseorang atau sekelompok orang. Masyarakat kadang kala menyangkal hanya dari 'penglihatan'nya semata tanpa pengetahuan sama sekali atau minimal keinginan untuk mengetahui. Statistika itu ilmu. Ada suatu metodologi yang mesti dipelajari, minimal diketahui, karena sekelumit proses untuk mendapatkan data itu tidak bisa serta merta diabaikan. Dan sebuah metodologi pasti mengandung keterbatasan dan kelemahan, tetapi kemudian ia terpilih digunakan karena dianggap paling laik dibanding yang lain, setidaknya hingga saat itu. Kemudian metodologi tadi mengundang untuk terus dimukhtahirkan mengikuti dinamika yang terjadi di masyarakat.
Statistika adalah ilmu, ia bukan ilmu pasti sehingga dinamis terhadap perubahan. Ia bisa berubah setelah dirasa tidak lagi mampu mewakili kenyataan, setelah dirasa ada metodologi lain yang setelah dikaji, diuji coba, memiliki keunggulan yang lebih.
Seringkali kejadian yang lain adalah masyarakat tidak bisa membaca data statistik. Angka tanpa interpretasi memang sesuatu yang rentan salah kaprah. Dalam membaca datapun, ada konsep-konsep yang harus dipahami, semacam rambu-rambu yang akan menuntun pembaca kepada persepsi yang benar, sehingga menerangkan persepsi yang sebelumnya kabur sebab hanya didasarkan dari anggapan dan pengetahuan pembaca semata, yang memiliki kemungkinan untuk keliru. Data statistik memang tak mampu ditampik rentan terhadap kepentingan pihak tertentu, karena itulah ia harus dikuasai oleh lembaga yang independen. Ia harus berdiri sebagai sesuatu yang apa adanya, ia terbuka untuk dikritik karena memang lahir dari metodologi yang tidak sempurna.
Data berasal dari bahasa yunani yaitu 'datum', yang berarti fakta. Maka data adalah fakta yang di'angka'kan. Karena itu ia berpotensi menjadi produk yang strategis, sebab fakta adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal.
Statistik berasal dari kata 'state' yang berarti negara. Arti ini seolah-olah menerangkan bahwa ilmu statistika pada dasarnya adalah 'negara' itu sendiri. Ia negara yang di'angka'kan. Pada perkembangan selanjutnya, statistik merujuk sebagai hasil dari survei untuk menduga parameter yang merupakan hasil sensus. Ia estimator. Ia hanya menduga, mendekati, bukan parameter itu sendiri. Karenanya ia mengandung error, mengandung sesuatu yang masih dikatakan sah jika salah. Tetapi tentu saja, suatu estimator harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk bisa dikatakan sebagai estimator yang layak digunakan.
Statistik dibangun karena tidak semua data dapat dikumpulkan melalui sensus lengkap. Sensus lengkap memang lebih akurat dibandingkan survei sebab ia hanya akan mengandung, dalam bahasa statistik, non sampling error. Sementara survei, disamping non sampling error juga mengandung sampling error, sehingga total errornya otomatis akan lebih besar. Akan tetapi sensus membutuhkan sumber daya yang besar pula, karena itu ia tidak efisien.
Di setiap negara, statistik dibangun, dan selanjutnya diperbandingkan. Maka dari statistik lah kita tahu perbandingan kondisi sosial ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu negara dengan negara yang lain. Dari situlah kebijakan dirumuskan lalu diimplementasikan. Kebijakan yang tepat sasaran pastilah lahir dari data yang akurat.
Membangun statistik di negara berkembang bukanlah perkara mudah karena belum adanya basis data yang kuat. Sebagai contoh data pendapatan di negara maju dengan mudahnya dapat kita peroleh dari lembaga keuangan terkait, tetapi tidak demikian halnya dengan negara berkembang. Di negara berkembang, statistik lebih banyak dibangun dari perspektif responden, dalam hal ini rumah tangga, jawaban yang bisa saja menjadi bias.
Seringkali kita dengar keraguan masyarakat terhadap data statistik. Terlebih untuk data yang sensitif. Sensitif dalam artian ia dapat menjadi ukuran keberhasilan atau ketidakberhasilan seseorang atau sekelompok orang. Masyarakat kadang kala menyangkal hanya dari 'penglihatan'nya semata tanpa pengetahuan sama sekali atau minimal keinginan untuk mengetahui. Statistika itu ilmu. Ada suatu metodologi yang mesti dipelajari, minimal diketahui, karena sekelumit proses untuk mendapatkan data itu tidak bisa serta merta diabaikan. Dan sebuah metodologi pasti mengandung keterbatasan dan kelemahan, tetapi kemudian ia terpilih digunakan karena dianggap paling laik dibanding yang lain, setidaknya hingga saat itu. Kemudian metodologi tadi mengundang untuk terus dimukhtahirkan mengikuti dinamika yang terjadi di masyarakat.
Statistika adalah ilmu, ia bukan ilmu pasti sehingga dinamis terhadap perubahan. Ia bisa berubah setelah dirasa tidak lagi mampu mewakili kenyataan, setelah dirasa ada metodologi lain yang setelah dikaji, diuji coba, memiliki keunggulan yang lebih.
Seringkali kejadian yang lain adalah masyarakat tidak bisa membaca data statistik. Angka tanpa interpretasi memang sesuatu yang rentan salah kaprah. Dalam membaca datapun, ada konsep-konsep yang harus dipahami, semacam rambu-rambu yang akan menuntun pembaca kepada persepsi yang benar, sehingga menerangkan persepsi yang sebelumnya kabur sebab hanya didasarkan dari anggapan dan pengetahuan pembaca semata, yang memiliki kemungkinan untuk keliru. Data statistik memang tak mampu ditampik rentan terhadap kepentingan pihak tertentu, karena itulah ia harus dikuasai oleh lembaga yang independen. Ia harus berdiri sebagai sesuatu yang apa adanya, ia terbuka untuk dikritik karena memang lahir dari metodologi yang tidak sempurna.
Langganan:
Postingan (Atom)