Rabu, 11 November 2015

Galau Jodoh Tak Kunjung Bertemu (Part II)



Ketika ada pembukaan pendaftaran beasiswa S2 Tugas Belajar (TB) untuk universitas-universitas Dalam Negeri, aku tertarik. Tetapi sayang dalam daftar universitas itu, tidak ada UGM, universitas yang entah kenapa seakan menjadi obsesiku saat itu. Aku suka Jogja. Aku jatuh cinta pada kota itu. Daftar univeristas yang ada hanya: ITB, ITS dan Unpad. Berhubung dua orang senior di tempat kerjaku telah memilih Unpad, sebagai junior yang tahu diri akupun mengalah. Sementara untuk ITB, jurusannya tidak sesuai dengan bidang keilmuanku. Sempat bimbang apakah akan terus maju untuk mendaftar beasiswa atau tidak. Aku tak terlalu antusias hidup di Surabaya, kelihatannya kota itu terlalu jauh dan panas. Tetapi kesempatan sudah di depan mata, apakah jika aku tunda setahun lagi, aku pasti akan diterima? Tentu saja belum tentu! Maka akupun memilih mendaftar, setidaknya mencoba peruntungan.

Ibuku tak setuju ketika kuutarakan niatku untuk melanjutkan pendidikan S2. Berbagai alasan ia kemukan.

“Lihat itu ada adiknya tetangga kita, sudah S2, malah semakin susah dapat jodoh. Laki-laki malah takut kalau perempuannya sudah tinggi begitu.”

Atau, “Sudahlah menikah dulu, nanti semakin susah dapat jodoh.”

Hla, menikah, mau menikah dengan siapa?

Intinya keberatan ibuku adalah perihal jodoh. Seolah-olah pendidikan berbanding terbalik dengan kemudahan mendapat jodoh. Apakah jika aku memutuskan tidak sekolah lagi, aku akan serta merta mendapatkan jodoh? Belum tentu juga kan? Malahan yang ada, sudah tidak dapat-dapat jodoh, S2 pun belum, padahal di tempat kerjaku banyak yang sudah menikah dan sudah S2 pula. Ya, setidaknya aku mendapatkan salah satunya, hehe.

Tetapi aku tahu ibuku hanyalah orang tua biasa. Orang tua mana yang tak galau melihat anak perempuannya yang telah semakin tua (kan gak mungkin semakin muda) belum menikah. Aku paham kekhawatiran ibuku. Aku paham itu. Maka kuceritakan saja tentang kakak tingkat yang malah mendapatkan jodohnya ketika ia mengambil S2. Walau aku tahu, itu hanya sedikit kejadian. Tetapi setidaknya, aku tidak mengarang-ngarang cerita. Saat itu, hati kecilku sungguh tak yakin akan apa yang kuceritakan pada ibuku juga akan terjadi padaku. Tapi sudahlah, aku tak punya argumen lain selain itu. Ah, jangan-jangan nanti ibuku semakin kecewa, ketika aku pulang ke kota ini, setelah menyelesaikan S2, juga masih seorang diri. Ah, sudahlah. Aku tak punya pilihan.

Argumen itu ternyata pelan-pelan mampu mengubah pikiran ibuku. Saat itu aku berpikir, tinggal bagaimana mencari argumen lain ketika kelak aku kembali ke kampung halaman masih juga sebagai jomblo. Hehe.

Dan berangkatlah aku ke Surabaya. Menjadi mahasiswa Magister di ITS. Tanpa harapan apapun. Selain aku ingin belajar disini, juga break dari rutinitas kantor yang sungguh maaf harus kukatakan, telah membuat aku berada pada titik jenuh.

Tetapi hidup memang adalah takdirNya. Ketika Ia berkehendak, maka apapun akan terjadi. Dan ternyata di kota inilah, Ia mempertemukan aku dengan jodohku, dengan belahan jiwaku yang telah lama kunantikan. Subhanallah, sungguh takdirMu selalu indah ya Allah. Terima kasih, terima kasih banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar