Minggu, 22 November 2015

Long Distance Marriage



gambar dicolong dari sini

Hari Sabtu tanggal 14 November 2015 kemarin suamiku datang ke Palembang, setelah lebih dari sebulan kami tidak bertemu. Mungkin saat inilah hubungan kami cocok sekali dengan joke cintaku berat di ongkos :(. Bagaimana tidak untuk sampai ke Palembang, Bang Aal harus menghabiskan satu bulan gajinya. Cutipun terbatas. Belum lagi perjalanan yang ditempuh hampir 24 jam lamanya meski berangkat menggunakan pesawat, sebab Bang Aal tinggal di kabupaten yang membuatnya harus menempuh perjalanan darat dulu untuk sampai di bandara yang terletak di Banda Aceh. Selain itu jadwal antar penerbangan yang membuat waktu transitnya bisa berjam-jam. Bang Aal berangkat dari Meulaboh menggunakan travel sekitar pukul 20.00, sampai di Banda Aceh sekitar pukul 01.00 dini hari. Iapun harus rela untuk bermalam di bandara. Penerbangan dari Banda Aceh ke Jakarta sekitar pukul 08.00 pagi, sampai di Jakarta sekitar pukul 11.00 siang. Kemudian Bang Aal harus sabar menunggu penerbangan Jakarta-Palembang pada pukul 14.00. Kabar buruknya pesawat mengalami delay, penerbangan dimundurkan pukul 16.00, tapi kabar baiknya ternyata penerbangan dialihkan ke pesawat lain. Akhirnya sekitar pukul 15.30, sampailah suamiku di kota istrinya, hehe.

Ya begitulah dukanya hidup berjauh-jauhan dengan suami, untuk sekedar bertemu saja harus penuh perjuangan. Jadi bagi kalian yang saat ini berada di samping pasangan, syukurilah itu. Bahwa tidak setiap pasangan bisa memiliki kesempatan untuk bertemu setiap hari, untuk selalu bersama-sama dalam setiap momen.

Setelah menyelesaikan wisuda, aku dan Bang Aal memang mau tidak mau mesti berpisah. Suami kembali dinas di Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Barat yang ibukotanya adalah Meulaboh. Sementara aku kembali ke Sumatera Selatan. Beruntung keinginanku untuk bekerja di kantor Propinsi, disetujui oleh Kepala kantorku. Oh ya, Ibu dan adik-adikku sebelumnya telah bermigrasi ke Palembang. 

Di awal-awal masa LDR dengan suami, tentu saja terasa berat dijalani. Kami yang telah terbiasa melakukan segala aktifitas berdua, sekarang harus melakukan segala sesuatu serba sendiri. Perasaan rindu itu yang sebetulnya paling berat dirasakan. Seminggu pertama berjauhan, aku seperti orang yang baru putus cinta saja rasanya. Bawaannya melow melulu. Kalau tiba-tiba ingat sama suami, rasanya sedih dan nelangsa. 

Tapi begitulah adanya, kenyataannya untuk sementara kami memang belum bisa bersama. Kami harus kembali bekerja di tempat semula. Baru kemudian mengajukan usul pindah. Begitulah prosedurnya.

Menjalani LDR membuat aku lebih menghargai kebersamaan yang pernah ada. Betapa berartinya keberadaan pasangan itu, maka bagi orang-orang yang saat ini berada di dekat pasangannya, jangan sia-siakan itu. Katakanlah betapa Anda sangat mencintai pasangan Anda. Hihi.

Komunikasi adalah hal yang paling penting bagi pasangan LDR agar kita terhindar dari rasa khawatir mengenai kondisi pasangan dan rasa curiga. Kamipun hampir setiap hari berkomunikasi, baik lewat whatsapp, telepon juga skype. Dengan komunikasi, apalagi via skype, yang jauhpun akan terasa dekat.

Ketika LDR dinikmati, lama kelamaan rasanya seperti orang yang lagi pacaran. Setelah menikah dan hidup satu rumah (satu kosan maksudnya), kami kehilangan momen-momen untuk bermesraan lewat telepon. Dan kini ketika cinta memiliki jarak, momen-momen manis itupun kembali. Ketika rindu diucapkan lewat kata-kata di whatsapp, mampu membuat aku merasa antara sedih dan tersipu-sipu bahagia, persis seperti remaja yang baru jatuh cinta. Aha :D. Ketika ditelepon, berbincang tentang aktifitas hari ini, tentang pekerjaan, tentang orang-orang di kantor, tentang apa saja, benar-benar kayak orang pacaran, kan? :D

Begitulah segala sesuatu memang baiknya dinikmati agar tidak berat dijalani. Kalau ingin berpikir beratnya, ya yang ada pasti terasa berat. Terlebih dalam keadaan hamil begini, aku harus pergi dan pulang dari kantor seorang diri. Harus pergi pukul 06:20 dari rumah, naik Bus TransMusi, terkadang harus berdiri karena gak dapat kursi, harus transit dan menunggu bus selanjutnya yang terkadang tak tepat waktu. Harus menyebrang jalan dan berjalan kaki sekitar 200 meter dari jalan raya menuju kantor. Belum lagi ketika jam pulang kantor, Bus TransMusi biasanya sangat lama datang. Keluar dari kantor pukul 16.10, aku bisa baru sampai di rumah pukul 18.00. Kalau mau mengeluh, tentu saja aku bisa mengeluh dan berpikir seandainya suami ada disini, pasti tak perlu repot-repot, cukup berada di boncengan motor dan segera meluncur ke kantor. Tak perlu pergi begitu pagi. Dan bisa sampai di rumah sebelum Maghrib. Enak kan? 

Jika aku bepikir demikian, yang ada tentu saja aku menjadi mengeluh terus dan tidak ikhlas menjalani keadaanku saat ini. Apa enaknya melalui hari-hari dengan perasaan seolah-olah aku begitu menderita? Jadi.. lebih baik syukuri semua yang ada. Walaupun jauh dari suami, tapi aku dekat dengan keluarga. Setiap pagi Mamak membekali makanan untuk sarapan di kantor. Sepulang bekerjapun aku tinggal makan, tak perlu repot-repot berpikir akan makan apa malam ini. Semuanya hanya perlu dijalani dan bersyukur dengan semua yang ada saat ini.



1 komentar:

  1. perkenalkan saya poppy, saya juga LDM sekarang, memang belum lama, blm ada 1 thn, tp kenapa ya kak rasa.ny berat bgt n stress bgt, saya hrs meninggalkan suami saya krn saya kerja PNS di makassar sulawesi selatan, sedangkan suami saya di jawa barat, sering bgt saya menangis krn kesepian n takut dsni, n saya tk tau hrs gmn, smakin ksni smakin berat n stress yg ku rasa, karena sendiri jauh dari istri n kluarga :'(

    BalasHapus